Jalan layang Casablanca. (VIVA.co.id) |
Jalan ini menjadi primadona mereka yang datang dari arah Kampung Melayu menuju Sudirman, atau sebaliknya. Dan jalan ini hanya boleh dilewati kendaraan roda empat, dan bagi pengguna kendaraan roda dua tidak diperbolehkan melewati jalan ini.
Pemerintah DKI Jakarta berdalih, jika jalan layang ini berbahaya bagi sepeda motor, apakah benar? Tentu harus ada tinjauan yang benar-benar valid, jangan hanya dari himbauan saja. Demikian pun saya, sebagai pengguna roda dua terkadang melewati jalan ini, selain cepat, pengguna roda empat yang melewati jalan ini relatif sepi, apalagi di jal-jam sibuk, jalan ini terlihat relatif sepi. Jika dibandingkan jalan di bawahnya.
Lalu apakah benar berbahaya? Menurut pengalaman saya, jalan layang ini sama seperti jalan layang pada umumnya. Bapak Gubernur pun mengatakan jika jalan ini mempunyai ketinggian 18 meter, untuk dua titik tertentu memang benar, itupun jika dihitung dari underpass casablanca, bukan jalan HR. Rasuna Said di atasnya, mulai dari bagian P17-P23, dan tepat di atas Jalan Sudirman, yang panjangnya tidak sampai seratus meter. Namun untuk kesuluruhan, jalan ini tingginya tidak lebih dari enam meter.
Mari kita bandingkan dengan jembatan Pasupati di Bandung, yang jauh lebih tinggi dari jalan layang Casablanca, yang hampir mencapai 10 meter di banyak ruas jalannya, di sana pengendara motor bebas melewatinya. Tengok juga jembatan Suramadu, yang menpunyai tinggi lebih dari 30 meter, pengendara motorpun bebas menggunakannya.
Atau jika Anda pengendara motor dan sering melewati daerah puncak Bogor, jalan disana jauh lebih tinggi dan berangin, bahkan sesekali diselimuti oleh kabut yang gelap. Bahkan jalan ini jauh lebih berbahaya jika dibandingkan jalan layang Casablanca, terlebih jalan puncak pass dilewati dua arah, tidak seperti jalan layang Casablanca yang hanya satu arah, jauh lebih aman.
Yang menyebabhannya berbahaya di jalan bukan dimana ia lewat, tapi bagaimana kondisi jalanan yang ada, jalan berlubang jauh lebih berhaya, begitupun razia yang dilakukan pada akhir jalan, yang menyebabkan pengguna motor berbalik arah.
Terkadang ada oknum polisi yang memang sengaja mencari keuntungan di antara peraturan. Dan tidak sedikit pula yang berbalik arah melawan arus, yang menyebabkan perjalanan lebih berbahaya. Kalau memang polisi enggan lelah dengan shift menjaga jalan layang ini, di jalan masuk tolong diberi tanda "Hati-hati, di depan ada razia kendaraan roda dua." Maka saya yakin, pengendara sepeda motor enggan untuk naik ke atas.
Angin pun bukan jadi alasan, karena jalan layang ini mempunyai pembatas yang cukup tinggi. Sebagai pengguna motor, jalan protokol biasa pun, jika angin sedang kencang, akan terasa. Hanya kehati-hatian pengguna saja yang bisa mengaturnya.
Mungkin jika Anda punya tambahan, bisa tuliskan di kolom komentar. :)